Sabtu, 28 Juni 2014

Misteri Episode Terakhir



Buugh….! Fii membanting pintu kamarnya sambil menagis, tak peduli dengan nasihat neneknya. Entah kenapa tiba-tiba gadis  kelas XII SMA ini bersikap seperti ini,  membingungkan nenek yang selama ini telah mengasuhnya. Ibunya yang tak kunjung pulang ke tanah air adalah salah satu penyebabnya.Ia sambilmerebahkan tubuhnya ditempat tidur, dipandangi foto keluarga ketika ia masih berusia 1 tahun,  Multaz am kakak satu-satunya berusia 4 tahun air matanya terus mengalir membasahi bantal.



            “untuk apa punya uang banyak tapi gak bahagia? Desisnya dalam hati.
            “Fii  buka pintunya” terdengar suara neneknya dari balik pintu, tapi ia tak peduli. Wanita paru baya ini selalu memahami perasaan cucunya.
            “ Fii ingin sendiri nek” kata Fii disela-sela isak tangisnya.
Ia tak terima kalau dirinya termasuk anak-anak broken home, karena itu hanya menambah beban pikirannya. 17 tahun silam ketika ia baru berusia 1 tahun ibunya pergi bekerja di Bali, dan menikah dengan tentara  dari Swiss, hingga saat ini ibunya  bersama suaminya di swiss. Tapi ibunya tetap membiayai sekolahnya. Kini ia tinggal bersama neneknya. Sedangkan multazam memilih hidup sendiri dan membiayai kuliahnya di jurusan komunikasi UGM.
            “Ha…….? Broken Home? Kamu gak salah orang kan?” Fii  sedikit kesal.
            “gak salah …! Cobalah Fii, nanti kita yang jadi pendiri, aku yakin pasti akan menjadi suatu organisasi besar dan  kita akan terkenal ” Kata Kevin pede dengan mimik dan gerakan tangannya. Fii memang terkenal pintar dikelasnya, makanya Kevin yakin kalau misinya berhasil.
            “lebih baik cari orang lain deh, aku masih punya ayah,  ibu, dan juga  kakak walaupun mereka tak disisiku.  Apalagi nenekku yang paling kusayangi” Fii menjelaskan panjang lebar tentang keluarganya.
            “itu … namanya Broken Home juga kan? Kata Kevin  
            “Diaaam…!! Fii semakin kesal telapak tangannya melekat diatas meja hingga menghasilkan bunyi yang sangat keras. Kevin beranjak pergi dari ruang kelas XII IPA.  Sementara Dina hanya terdiam, tak ikut campur dengan masalah sahabatnya.
Peristiwa siang tadi menari dalam benak gadis yang memiliki tinggi 160 cm. ia coba berpikir positif tentang broken home. Karena selama ini ia menginginkan keluarganya bersatu kembali. Kevin yang terkenal bandel disekolahnya mungkin salah satu faktornya adalah masalah keluarganya.
            “iya… tidak cair dimusim panas dan tidak beku di musim dingin” sebuah kalimat yang di desain fii dari hati dan fikirannya  yang  penuh makna.
***
“Mmm…. Broken Home Community….!” Kata  Fii saat mereka duduk di bawah pohon.
“ haa…!!  Lupakan saja kejadian kemarin, dan aku minta maaf ”
“ooh..  Iya gak pa.. pa its ok” kata fii dengan santai.
“be..rarti kamu seetuju?tanya Kevin gagap.
Dina yang dari tadi membaca buku tiba-tiba bersuara”aku ikut juga..!”.
“Fii…ngapain ikut seminar kesehatan?” tanya dina di suatu siang.
“terserah akulaaah”jawab fii dengan nada upin ipin sambil tersenyum.
Fii memang gadis yang santai dan riang dalam hari-harinya meskipun  beban menjamur dalam hidupnya tapi ia tak ingin orang lain tahu.
            “kok gitu jawabnya fii? Dina semakin penasaran.
            “Ya iyalah, aku kan calon dokter jadi gak ada salahnya dong..!
            “bukannya kita ada agenda ke Rumah Sakit Jiwa? Nanti ada yang ngambek lho” tambah Kevin.
            “tapi aku  sudah beli tiketnya…kan sayang kalau gak jadi ikut ”.
            “pliis..Fii ! Kita harus komitmen” nada suara Dina semakin tinggi.
“ ya…aku tahu seminarnya hanya sampai tengah hari, sorenya nanti RSJ,ok.”  Senyum kecil terukir dibibir nya, saat melihat Dina yang naik pitam.
Dina paling benci yang namanya Rumah Sakit. Pokoknya tentang perawat,dokter, obat-obatan apalagi ikut seminar kesehatan,ogah deh. Dina hanya kerumah sakit jiwa jika ditemani Kevin dan Fii. Ia tak tega melihat ibunya.  Sungai kecil dari kelopak matanya terus mengalir  ketika menatap ibunya dengan tangan dan kaki yang dililit dengan tali, rambut kusut, pakaian lusuh, wajahnya yang dulu bersinar kini berkerut. Apalagi selalu terngiang ditelinganya suara adiknya yang baru berusia 2 tahun terus menanyakan keberadaan ibunya.  Dina memeluk ibunya sambil berkata “kami semua merindukan Ibu”. Tapi sosok penyayang itu tak bergeming, ia hanya menatap anak sulungnya sambil mengangguk. Sementara Kevin hanya diam terpaku,ada energy yang menyusup dalam sanubarinya.  Jam besuk sudah usai, fii mengenggam kedua tangan yang kasar dan keriput.
 “Ibu….!,suara Fii bergetar. Tapi hanya tatapan kosong yang diberikan.
“Ibu adalah  orang nomor 1, dan paling hebat didunia” suara fii setengah berbisik.
Dina dan kevin  terbelalak, ketika melihat  wanita berusia 35 tahun itu menyunggingkan senyum manis, seakan  tak ada beban dalam pikirannya. Sementara suaminya berusaha bangkit dari kebangkrutan sebuah perusahan yang dirintis sejak awal bersama istri tercintanya.

***
Dikelas XII IPA, Dina  dan Fii  terkenal sebagai  bintang kelas sedangkan Kevin terkenal dengan  julukan  si pembuat onar. Kevin sangat merindukan sosok wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. Tapi itu hanya mimpi terbesar dalam hidupnya.  Kini ia tinggal bersama ayah dan ibu tirinya yang menurutnya mereka tak menyanginya. Hal ini yang membuat sosok Kevin menjadi anak  broken home banget. Rokok , minuman keras, hingga narkoba adalah teman-teman Kevin.  Tapi entah apa yang merasuk pikirannya tiba-tiba ia menawarkan untuk bergabung dengan Fii dan Dina, dua sahabat sejati ini.
            “sebenarnya  apa siih tujuanmu Vin ?” tanya  Fii saat pulang sekolah. Dina melirik ke arah Kevin. Sinar matahari menusuk hingga ke ubun-ubun, kulit dibagian hidung  berkerut, mata tak bisa terbuka lebar. Langkah mereka terus terkayuh menuju tempat parkir.
            “mm.. aku ingin lebih baik seperti kalian. Ingin meraih prestasi saat meninggalkan gerbang  SMA.  Aku lelah seperti ini…! Semester terakhir adalah semester terbaik bagiku dan kubuktikan pada ayahku”.
            “ooh… !” suara dina dan Fii serentak. Dina semakin bersemangat kembali ada secerca asa yang meledak dihatinya agar ia tak terpuruk pada keadaan. Gadis berkulit hitam manis ini ingin meraih impiannya menjadi pilot yang sempat surut ketika musibah menimpa keluarganya.
Sebenarnya Kevin pendiam karena ia tertekan dengan keadaan keluarganya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman se-genknya. Tapi sejak mereka bertiga  tergabung dalam BHC , Kevin mulai berubah dan fokus belajar bersama dina dan Fii.
            “Aku benci ayahku..! keluargaku. Suara Kevin terasa sesak saat belajar di rumah fii sore itu.
            “Din aku curiga deh” bisik fii.
            “Kenapa?.
            “ kamu gak hirup bau alkohol?”
Dina tak menjawab, dari tadi ia pendam amarahnya memang jelas siapa lagi kalau bukan Kevin. Dina langsung naik pitam.
“ Keviin…! BHC berhenti sampai disini…!”  dina beranjak pergi tapi fii menahannya.
“sudahlah Din kita dengarkan dulu baik-baik penjelasan dari Kevin”.
Mata Kevin semakin merah, wajahnya kusut cowok jangkung berkulit putih ini melirik dina dengan wajah memelas.
            "sebenarnya aku diusir dari rumah, ayah memang selalu begitu menuruti kata-kata sihir ibu tiriku. Aku dibesarkan oleh nenekkku di desa kelahiranku, setelah SMA aku tingggal bersama ayah dan sekarang aku tak mungkin kembali bersama nenekku. Aku selalu salah di mata ayah padahal  dia adalah satu-satunya yang kuharapkan. Aku berkelahi dengan Juno,adik tiriku hanya gara-gara sepeda motor. Kapan ayah menyayangiku sepenuh hatinya…?”
Dina hanya terdiam seribu bahasa, tanpa sadar  setitik mutiara bening mengalir dipipinya.
            “sudahlah vin, kan masih ada kita yang membantumu. Jalankan misimu. Semua butuh proses” nada suara fii semangat 45.
***

Pengumuman kelulusan tinggal 2 minggu lagi, fii dan dina hampir  sebulan tak bertemu.  dina mengantar adik bungsunya di rumah tantenya.  Karena tak ada yang mengawasi adiknya ketika ia berangkat ke Jogja untuk  tes di jurusan penerbangan. Sore itu dina mengajak fii  menjenguk ibunya. Dan lagi-lagi fii membuat ibu itu tersenyum ketika mendengar bisikannya  “Ibu sangat  luar biasa”.
 Fii terbaring, lengkap dengan jilbab merahnya. Tampak Kevin duduk terpaku di kursi. Sementara Dina terdiam menahan kantuk di samping  sahabatnya.malam semakin mencekam di tambah jeritan pasien lainnya dalam ruangan itu. Selama ini fii tampak sehat,  tak pernah mengeluh sakit apapun
Tiga jam yang lalu, setelah dari rumah sakit Jiwa,  usai sholat magrib fii mengajak Dina jalan-jalan di taman dekat  sekolah TK. Kedua sahabat ini mengingat saat mereka bertemu pertama kalinya di taman kanak -kanak ketika ayah dina mulai membangun usahanya.
            “dina..setelah lulus  kita masuk kedokteran bareng yaa? ” Bujuk fii sambil meneguk  jus sirsak.
            “ haa..?fii…fii, kamu dah tahu kan aku fobia yang namanya dokter.  Aii… aku gak beminat  ah..! aku dah mendaftar di jurusan penerbangan lagian  dokter itu harus  berkulit putih kayak kamu” celotehnya.
            “ ngaco deh …! Hehehe…just kidding”.
            “ya udah yang penting lulus dulu ah…” kata dina setengah menyerah.
            “eh dina,  dah ketemu Kevin? Tanya fii.
            “blum, emang kenapa? “
            “  alhamdulillah yaa kevin sudah berubah lho…! Jawab fii.
            “ mmm… apanya yang berubah ya kutilang tetap kutilang atau kutilang jadi power rangers? Dina mencibir. Dina memang orangnya agak kasar.
            “ yeaah dia kan sudah sholat, makanya kalau pergi jangan kelamaan” kata fii sambil tersenyum.
“Dina..!  kamu harus berusaha agar ibumu pulih kembali, kamu bisa melihatnya dengan jarak dekat, memeluknya dengan hangat meski ia terlihat kusut, tapi sekeping hatinya tak akan pernah susut untuk memberimu rasa cinta. Kamu bisa memeluk ayah dan ibumu sekaligus, bisa tertawa bersama adikmu, punya segalanya tak mudah, maka syukuri itu dengan cara merangkul mereka”. Kata-kata fii menyadarkan dina bahwa betapa berartinya keluarga yang kita miliki.
Matahari telah kembali keperaduannya. Bunga-bunga ditaman mulai layu dan kuncup setelah seharian mekar. Bulan dikaki langit tersenyum lebar  dengan warna yang terang .Dua gadis ini yang  usai sholat isya di mesjid dekat taman. Sungguh indah ciptaan Allah.
“aku terlihat tegar kan? Aku tak bisa memeluk ibuku selama 17 tahun. Apalagi ayahku yang hilang seakan ditelan bumi entah dimana rimbanya tak ada kabar sejak pertengkaran hebat itu. Tapi aku tetap mengingatnya  bagaimanapun keadaan mereka  tapi  tetaplah orang tuaku.  Semoga mereka selalu dalam lindungan-Nya.  Aku yakin bahwa di hati mereka tetap ada aku. Kak Mul dan nenek yang mendidik aku dengan cinta. Itu yang membuatku marah ketika Kevin mengatakan bahwa aku broken home, tapi dengan misi dan berpikir positif tentang itu, serta alasannya aku tidak memilih-milih  teman karena aku merasa segalanya hanya milik-Nya”.
***
Tangan fii terbalut perban lengkap dengan selang infus, ia benar-benar tak bisa makan. Selama ini fii selalu menahan rasa sakit yang tak terperi. Hanya neneknya yang menemani check-up ke dokter. Itulah alasan utamanya mengapa ia ingin menjadi dokter khususnya spesialis penyakit dalam. Ia telah mendapat  rekomdasikan dari sekolahnya untuk meperoleh beasiswa.
            “fii, kamu sakit apa? Tanya Kevin.
            “gak, Cuma sakit biasa kok” suara fii tak bisa keras. Meskipun kondisinya kurang baik tetapi senyum yang terindah tetap terukir di bibirnya.
            “sebenarnya  aku iri padamu  fii…! Kamu cerdas, juara kelas, jadi perhatian guru meskipun kondisi keluargamu seperti itu. Aku bohong waktu di Tanya tentang tujuan broken home yang aku cetuskan saat itu. Maksudku mangajak agar fii seperti aku. Tapi kata-kata yang terucap itu malah menjadi kenyataan karena Allah punya rencana yang lebih indah di luar yang kubayangkan. Aku malah lebih baik dari hari kemarin. Terima kasih atas motivasinya, aku kagum pada kalian berdua. Maafin aku ya…!”Suara Kevin terdengar serak.
Masih segar dalam pita  ingatan Dina  ketika fii tak sadarkan diri di dalam mesjid saat mau keluar. Tiba-tiba suara dokter membuyarkan lamunannya.
            “permisi… keluarga saudara  Fii Qlabiyah Muthmai’innah, ini resepnya silakan ambil di apotek” suara dokter jhon  terdengar tenang membuat Dina terhenyak saat membaca resep obat. Neneknya ke jogja mendampingi   kak Mul yang  wisuda  kemarin dan mereka akan tiba  jam 2 pagi.
            “ fii aku mohon maaf….selama ini aku banyak meyusahkanmu, menambah beban padahal bebanmu lebih berat bagiku”. Suara Dina terbata-bata sesenggukan.
Fii tak bisa berkata apa-apa hanya air mata yang mengalir di pipinya. Suasana mengharu biru.  Dalam hatinya terangkai kata maaf untuk orang-orang yang ia cintai termasuk kedua sahabatnya.

Malam itu setelah kakak dan neneknya  tiba. Pukul 5 subuh gadis berparas ayu itu menghembuskan nafas terakhir karena penyakit liver yang ia derita bertahun-tahun.
***
Siang itu dina bersiap-siap  ikut pengumuman kelulusan  tiba-tiba ia terbelalak setelah kedua matanya tertuju pada layar  TV. Sebuah truk berisi semen  menabrak  seorang pemuda yang mengendarai motor, tangannya gemetar menggeggam hadnphone  dan membaca pesan singkat dari Kevin 30 menit yang lalu.
            “Dina tolong terima amplopku dan berikan pada ayahku, dan jangan lupa amplopnya fii”.
Dengan langkah tertatih dina menerima tiga amplop sekaligus.  Mereka termasuk dalam peringkat 3 besar. Fii, Dina,  dan Kevin, isak tangis guru dan teman-temannya tak terbendung.
****
 Suara riuh, gaduh, tangis, rintihan, di tengah hiruk-pikuk, ditengah puing-puing bangunan, seorang  gadis  berjas putih berdiri dengan gagahnya lengkap dengan stetoskop yang melingkar di lehernya. Tengah menghadapi mayat yang bergelimpangan akibat tragedi 26 Desember 2004. Relawan  yang di kirim  ke Aceh,  begitu cekatan menangani pasien yang membutuhkan bantuan mereka.  dr.Dina Fikriyah ingin kembali menjadi relawan tragedi 11 April 2012. Kata-kata sahabat kecilnya  yang telah  membenam dihatinya kini mengalihkan profesinya. Misteri episode terakhir adalah sebuah misteri yang pasti untuk siapapun, dimanapun, dan kapanpun akan hadir disetiap kutub-kutub kehidupan.

End

Thanks to
Nuurannisa Althaffitrah  Filmuthma’innah 
           

             





0 komentar:

Posting Komentar