Buugh….! Fii membanting pintu kamarnya sambil
menagis, tak peduli dengan nasihat neneknya. Entah kenapa tiba-tiba gadis kelas XII SMA ini bersikap seperti ini, membingungkan nenek yang selama ini telah
mengasuhnya. Ibunya yang tak kunjung pulang ke tanah air adalah salah satu
penyebabnya.Ia sambilmerebahkan tubuhnya ditempat tidur, dipandangi foto
keluarga ketika ia masih berusia 1 tahun,
Multaz am kakak satu-satunya berusia 4 tahun air matanya terus mengalir
membasahi bantal.
“untuk apa punya uang banyak tapi
gak bahagia?” Desisnya dalam hati.
“Fii
buka pintunya” terdengar suara neneknya dari balik pintu, tapi ia tak
peduli. Wanita paru baya ini selalu memahami perasaan cucunya.
“ Fii ingin sendiri nek” kata Fii
disela-sela isak tangisnya.
Ia tak terima kalau dirinya termasuk anak-anak
broken home, karena itu hanya
menambah beban pikirannya. 17 tahun silam ketika ia baru berusia 1 tahun ibunya
pergi bekerja di Bali, dan menikah dengan tentara dari Swiss, hingga saat ini ibunya bersama suaminya di swiss. Tapi ibunya tetap
membiayai sekolahnya. Kini ia tinggal bersama neneknya. Sedangkan multazam
memilih hidup sendiri dan membiayai kuliahnya di jurusan komunikasi UGM.
“Ha…….? Broken Home? Kamu gak salah orang kan?” Fii sedikit kesal.
“gak
salah …! Cobalah Fii, nanti kita yang jadi pendiri, aku yakin pasti akan
menjadi suatu organisasi besar dan kita
akan terkenal ” Kata Kevin pede
dengan mimik dan gerakan tangannya. Fii memang terkenal pintar dikelasnya,
makanya Kevin yakin kalau misinya berhasil.
“lebih
baik cari orang lain deh, aku masih punya ayah, ibu, dan juga
kakak walaupun mereka tak disisiku.
Apalagi nenekku yang paling kusayangi” Fii menjelaskan panjang lebar
tentang keluarganya.
“itu … namanya Broken Home juga kan? Kata Kevin
“Diaaam…!!
Fii semakin kesal telapak tangannya melekat diatas meja hingga menghasilkan
bunyi yang sangat keras. Kevin beranjak pergi dari ruang kelas XII IPA. Sementara Dina hanya terdiam, tak ikut campur
dengan masalah sahabatnya.
Peristiwa siang tadi menari dalam benak gadis
yang memiliki tinggi 160 cm. ia coba berpikir positif tentang broken home. Karena selama ini ia
menginginkan keluarganya bersatu kembali. Kevin yang terkenal bandel
disekolahnya mungkin salah satu faktornya adalah masalah keluarganya.
“iya…
tidak cair dimusim panas dan tidak beku di musim dingin” sebuah kalimat yang di
desain fii dari hati dan fikirannya yang penuh makna.
***
“Mmm…. Broken
Home Community….!” Kata Fii saat
mereka duduk di bawah pohon.
“ haa…!!
Lupakan saja kejadian kemarin, dan aku minta maaf ”
“ooh..
Iya gak pa.. pa its ok” kata fii dengan santai.
“be..rarti kamu seetuju?tanya Kevin gagap.
Dina
yang dari tadi membaca buku tiba-tiba bersuara”aku ikut juga..!”.
“Fii…ngapain ikut seminar kesehatan?” tanya
dina di suatu siang.
“terserah akulaaah”jawab fii dengan nada upin
ipin sambil tersenyum.
Fii
memang gadis yang santai dan riang dalam hari-harinya meskipun beban menjamur dalam hidupnya tapi ia tak
ingin orang lain tahu.
“kok gitu jawabnya fii? Dina semakin
penasaran.
“Ya iyalah, aku kan calon dokter
jadi gak ada salahnya dong..!
“bukannya kita ada agenda ke Rumah
Sakit Jiwa? Nanti ada yang ngambek
lho” tambah Kevin.
“tapi aku sudah beli tiketnya…kan sayang kalau gak jadi
ikut ”.
“pliis..Fii ! Kita harus komitmen”
nada suara Dina semakin tinggi.
“ ya…aku tahu seminarnya hanya sampai tengah
hari, sorenya nanti RSJ,ok.” Senyum kecil
terukir dibibir nya, saat melihat Dina yang naik pitam.
Dina paling benci yang namanya Rumah Sakit.
Pokoknya tentang perawat,dokter, obat-obatan apalagi ikut seminar
kesehatan,ogah deh. Dina hanya kerumah sakit jiwa jika ditemani Kevin dan Fii.
Ia tak tega melihat ibunya. Sungai kecil
dari kelopak matanya terus mengalir
ketika menatap ibunya dengan tangan dan kaki yang dililit dengan tali,
rambut kusut, pakaian lusuh, wajahnya yang dulu bersinar kini berkerut. Apalagi
selalu terngiang ditelinganya suara adiknya yang baru berusia 2 tahun terus
menanyakan keberadaan ibunya. Dina
memeluk ibunya sambil berkata “kami semua merindukan Ibu”. Tapi sosok penyayang
itu tak bergeming, ia hanya menatap anak sulungnya sambil mengangguk. Sementara
Kevin hanya diam terpaku,ada energy yang menyusup dalam sanubarinya. Jam besuk sudah usai, fii mengenggam kedua
tangan yang kasar dan keriput.
“Ibu….!,suara Fii bergetar. Tapi hanya tatapan
kosong yang diberikan.
“Ibu adalah
orang nomor 1, dan paling hebat didunia” suara fii setengah berbisik.
Dina dan kevin
terbelalak, ketika melihat wanita
berusia 35 tahun itu menyunggingkan senyum manis, seakan tak ada beban dalam pikirannya. Sementara
suaminya berusaha bangkit dari kebangkrutan sebuah perusahan yang dirintis
sejak awal bersama istri tercintanya.
***
Dikelas XII IPA, Dina dan Fii
terkenal sebagai bintang kelas
sedangkan Kevin terkenal dengan julukan si pembuat onar. Kevin sangat merindukan
sosok wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. Tapi itu hanya mimpi
terbesar dalam hidupnya. Kini ia tinggal
bersama ayah dan ibu tirinya yang menurutnya mereka tak menyanginya. Hal ini
yang membuat sosok Kevin menjadi anak broken home banget. Rokok , minuman keras,
hingga narkoba adalah teman-teman Kevin.
Tapi entah apa yang merasuk pikirannya tiba-tiba ia menawarkan untuk bergabung
dengan Fii dan Dina, dua sahabat sejati ini.
“sebenarnya apa siih tujuanmu Vin ?” tanya Fii saat pulang sekolah. Dina melirik ke arah
Kevin. Sinar matahari menusuk hingga ke ubun-ubun, kulit dibagian hidung berkerut, mata tak bisa terbuka lebar.
Langkah mereka terus terkayuh menuju tempat parkir.
“mm.. aku ingin lebih baik seperti
kalian. Ingin meraih prestasi saat meninggalkan gerbang SMA. Aku
lelah seperti ini…! Semester terakhir adalah semester terbaik bagiku dan
kubuktikan pada ayahku”.
“ooh…
!” suara dina dan Fii serentak. Dina semakin bersemangat kembali ada secerca
asa yang meledak dihatinya agar ia tak terpuruk pada keadaan. Gadis berkulit
hitam manis ini ingin meraih impiannya menjadi pilot yang sempat surut ketika
musibah menimpa keluarganya.
Sebenarnya Kevin pendiam karena ia tertekan
dengan keadaan keluarganya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama
teman-teman se-genknya. Tapi sejak mereka bertiga tergabung dalam BHC , Kevin mulai berubah dan
fokus belajar bersama dina dan Fii.
“Aku benci ayahku..! keluargaku.
Suara Kevin terasa sesak saat belajar di rumah fii sore itu.
“Din aku curiga deh” bisik fii.
“Kenapa?.
“ kamu gak hirup bau alkohol?”
Dina
tak menjawab, dari tadi ia pendam amarahnya memang jelas siapa lagi kalau bukan
Kevin. Dina langsung naik pitam.
“ Keviin…! BHC berhenti sampai disini…!” dina beranjak pergi tapi fii menahannya.
“sudahlah Din kita dengarkan dulu baik-baik
penjelasan dari Kevin”.
Mata
Kevin semakin merah, wajahnya kusut cowok jangkung berkulit putih ini melirik
dina dengan wajah memelas.
"sebenarnya
aku diusir dari rumah, ayah memang selalu begitu menuruti kata-kata sihir ibu
tiriku. Aku dibesarkan oleh nenekkku di desa kelahiranku, setelah SMA aku
tingggal bersama ayah dan sekarang aku tak mungkin kembali bersama nenekku. Aku
selalu salah di mata ayah padahal dia
adalah satu-satunya yang kuharapkan. Aku berkelahi dengan Juno,adik tiriku
hanya gara-gara sepeda motor. Kapan ayah menyayangiku sepenuh hatinya…?”
Dina
hanya terdiam seribu bahasa, tanpa sadar
setitik mutiara bening mengalir dipipinya.
“sudahlah vin, kan masih ada kita
yang membantumu. Jalankan misimu. Semua butuh proses” nada suara fii semangat
45.
***
Pengumuman
kelulusan tinggal 2 minggu lagi, fii dan dina hampir sebulan tak bertemu. dina mengantar adik bungsunya di rumah
tantenya. Karena tak ada yang mengawasi
adiknya ketika ia berangkat ke Jogja untuk
tes di jurusan penerbangan. Sore itu dina mengajak fii menjenguk ibunya. Dan lagi-lagi fii membuat
ibu itu tersenyum ketika mendengar bisikannya “Ibu sangat
luar biasa”.
Fii
terbaring, lengkap dengan jilbab merahnya. Tampak Kevin duduk terpaku di kursi.
Sementara Dina terdiam menahan kantuk di samping sahabatnya.malam semakin mencekam di tambah
jeritan pasien lainnya dalam ruangan itu. Selama ini fii tampak sehat, tak pernah mengeluh sakit apapun
Tiga jam yang lalu, setelah dari rumah sakit
Jiwa, usai sholat magrib fii mengajak
Dina jalan-jalan di taman dekat sekolah
TK. Kedua sahabat ini mengingat saat mereka bertemu pertama kalinya di taman
kanak -kanak ketika ayah dina mulai membangun usahanya.
“dina..setelah lulus kita masuk kedokteran bareng yaa? ” Bujuk fii
sambil meneguk jus sirsak.
“ haa..?fii…fii, kamu dah tahu kan
aku fobia yang namanya dokter. Aii… aku
gak beminat ah..! aku dah mendaftar di
jurusan penerbangan lagian dokter itu
harus berkulit putih kayak kamu”
celotehnya.
“ ngaco deh …! Hehehe…just
kidding”.
“ya udah yang penting lulus dulu
ah…” kata dina setengah menyerah.
“eh dina, dah ketemu Kevin? Tanya fii.
“blum, emang kenapa? “
“ alhamdulillah yaa kevin sudah berubah lho…!
Jawab fii.
“ mmm… apanya yang berubah ya
kutilang tetap kutilang atau kutilang jadi power rangers? Dina mencibir. Dina
memang orangnya agak kasar.
“ yeaah dia kan sudah sholat,
makanya kalau pergi jangan kelamaan” kata fii sambil tersenyum.
“Dina..! kamu harus berusaha agar ibumu pulih kembali,
kamu bisa melihatnya dengan jarak dekat, memeluknya dengan hangat meski ia
terlihat kusut, tapi sekeping hatinya tak akan pernah susut untuk memberimu
rasa cinta. Kamu bisa memeluk ayah dan ibumu sekaligus, bisa tertawa bersama
adikmu, punya segalanya tak mudah, maka syukuri itu dengan cara merangkul
mereka”. Kata-kata fii menyadarkan dina bahwa betapa berartinya keluarga yang
kita miliki.
Matahari telah kembali keperaduannya.
Bunga-bunga ditaman mulai layu dan kuncup setelah seharian mekar. Bulan dikaki
langit tersenyum lebar dengan warna yang
terang .Dua gadis ini yang usai sholat
isya di mesjid dekat taman. Sungguh indah ciptaan Allah.
“aku terlihat tegar kan? Aku tak bisa
memeluk ibuku selama 17 tahun. Apalagi ayahku yang hilang seakan ditelan bumi
entah dimana rimbanya tak ada kabar sejak pertengkaran hebat itu. Tapi aku
tetap mengingatnya bagaimanapun keadaan
mereka tapi tetaplah orang tuaku. Semoga mereka selalu dalam
lindungan-Nya. Aku yakin bahwa di hati
mereka tetap ada aku. Kak Mul dan nenek yang mendidik aku dengan cinta. Itu
yang membuatku marah ketika Kevin mengatakan bahwa aku broken home, tapi dengan misi dan berpikir positif tentang itu,
serta alasannya aku tidak memilih-milih
teman karena aku merasa segalanya hanya milik-Nya”.
***
Tangan fii terbalut perban lengkap dengan
selang infus, ia benar-benar tak bisa makan. Selama ini fii selalu menahan rasa
sakit yang tak terperi. Hanya neneknya yang menemani check-up ke dokter. Itulah
alasan utamanya mengapa ia ingin menjadi dokter khususnya spesialis penyakit
dalam. Ia telah mendapat rekomdasikan
dari sekolahnya untuk meperoleh beasiswa.
“fii, kamu sakit apa? Tanya Kevin.
“gak, Cuma sakit biasa kok” suara
fii tak bisa keras. Meskipun kondisinya kurang baik tetapi senyum yang terindah
tetap terukir di bibirnya.
“sebenarnya
aku iri padamu fii…! Kamu cerdas, juara kelas, jadi
perhatian guru meskipun kondisi keluargamu seperti itu. Aku bohong waktu di
Tanya tentang tujuan broken home yang aku cetuskan saat itu. Maksudku mangajak
agar fii seperti aku. Tapi kata-kata yang terucap itu malah menjadi kenyataan
karena Allah punya rencana yang lebih indah di luar yang kubayangkan. Aku malah
lebih baik dari hari kemarin. Terima kasih atas motivasinya, aku kagum pada
kalian berdua. Maafin aku ya…!”Suara Kevin terdengar serak.
Masih
segar dalam pita ingatan Dina ketika fii tak sadarkan diri di dalam mesjid
saat mau keluar. Tiba-tiba suara dokter membuyarkan lamunannya.
“permisi…
keluarga saudara Fii Qlabiyah
Muthmai’innah, ini resepnya silakan ambil di apotek” suara dokter jhon terdengar tenang membuat Dina terhenyak saat
membaca resep obat. Neneknya ke jogja mendampingi kak Mul yang
wisuda kemarin dan mereka akan
tiba jam 2 pagi.
“
fii aku mohon maaf….selama ini aku banyak meyusahkanmu, menambah beban padahal
bebanmu lebih berat bagiku”. Suara Dina terbata-bata sesenggukan.
Fii
tak bisa berkata apa-apa hanya air mata yang mengalir di pipinya. Suasana
mengharu biru. Dalam hatinya terangkai
kata maaf untuk orang-orang yang ia cintai termasuk kedua sahabatnya.
Malam
itu setelah kakak dan neneknya tiba.
Pukul 5 subuh gadis berparas ayu itu menghembuskan nafas terakhir karena
penyakit liver yang ia derita bertahun-tahun.
***
Siang itu dina bersiap-siap ikut pengumuman kelulusan tiba-tiba ia terbelalak setelah kedua matanya
tertuju pada layar TV. Sebuah truk berisi
semen menabrak seorang pemuda yang mengendarai motor, tangannya
gemetar menggeggam hadnphone dan membaca pesan singkat dari Kevin 30 menit
yang lalu.
“Dina tolong terima amplopku dan
berikan pada ayahku, dan jangan lupa amplopnya fii”.
Dengan
langkah tertatih dina menerima tiga amplop sekaligus. Mereka termasuk dalam peringkat 3 besar. Fii,
Dina, dan Kevin, isak tangis guru dan
teman-temannya tak terbendung.
****
Suara
riuh, gaduh, tangis, rintihan, di tengah hiruk-pikuk, ditengah puing-puing
bangunan, seorang gadis berjas putih berdiri dengan gagahnya lengkap
dengan stetoskop yang melingkar di lehernya. Tengah menghadapi mayat yang
bergelimpangan akibat tragedi 26 Desember 2004. Relawan yang di kirim ke Aceh,
begitu cekatan menangani pasien yang membutuhkan bantuan mereka. dr.Dina Fikriyah ingin kembali menjadi
relawan tragedi 11 April 2012. Kata-kata sahabat kecilnya yang telah
membenam dihatinya kini mengalihkan profesinya. Misteri episode terakhir
adalah sebuah misteri yang pasti untuk siapapun, dimanapun, dan kapanpun akan
hadir disetiap kutub-kutub kehidupan.
End
Thanks to
Nuurannisa Althaffitrah Filmuthma’innah
0 komentar:
Posting Komentar